Strategi Efektif Berinteraksi dengan Rekan Kerja Lintas Generasi
Source:The People Space: Generational Workface
Lingkungan kerja masa kini sering mempertemukan Baby Boomers, Gen X, Milenial, dan Gen Z dalam satu tim. Perbedaan preferensi media, nilai, serta ekspektasi dapat pemicu salah paham, tetapi juga menghadirkan peluang inovasi apabila dikelola dengan tepat.
Penelitian multigenerasi di perusahaan Indonesia menemukan kesenjangan signifikan dalam preferensi teknologi antara karyawan senior dan junior, ketidakcocokan ini bisa menurunkan kolaborasi bila tidak diantisipasi Hidayat (2025). Sementara itu, studi di AS menunjukkan Gen Z dan Milenial lebih responsif terhadap pesan singkat di aplikasi seluler, sedangkan generasi lebih tua masih menghargai e-mail panjang atau tatap muka Gao (2023). Lalu bagaimana cara menyiasatinya?
Menyesuaikan Media & Nada Komunikasi bisa kita lakukan, misalnya menggunakan multi-channel (chat instan + rapat langsung) untuk pesan penting dan meringkas isu teknis dalam infografik bagi digital natives(tetapi kirim ringkasan tertulis formal bagi senior) merupakan salah satu strategi yang bisa dilakukan.
Selain menyesuaikan Media & Nada Komunikasi, survei karyawan Indonesia 2025 menunjukkan bahwa program mentoring tradisional (senior→junior) yang dipadukan dengan reverse mentoring (junior→senior soal teknologi) meningkatkan rasa keterlibatan lintas generasi hingga 18 % Hidayat & Ramdani (2025). Tinjauan kepemimpinan strategis lintas benua menekankan bahwa skema seperti ini juga mempercepat transfer pengetahuan kritis dan menurunkan turnover generasi muda (Nyamboga, T. O. ,2025). Hal yang bisa dilakukan adalah dengan membangun mentorting dua arah. Contohnya adalah memasangkan staf Gen Z sebagai tech buddy bagi manajer senior dan memastikan target yang jelas (misalnya, proyek digital selama 3 bulan) agar relasi setara.
Riset kualitatif di Indonesia menegaskan bahwa konflik antar generasi mereda saat pimpinan memfasilitasi dialog rutin, bukan sekadar evaluasi tahunan (Jannah dkk, 2024). Pendekatan kepemimpinan inklusif (pemimpin bertindak fasilitator, memberi ruang suara setiap generasi) dikaitkan dengan kenaikan produktivitas serta kepuasan kerja 10-15 % (Nyamboga, T. O, 2025). Strategi yang bisa dilakukan adalah dengan menciptakan budaya umpan balik & kepemimpinan inklusif, yang mana hal ini bisa dilakukan dengan cara mengadakan retrospective singkat mingguan; minta umpan balik naik-turun hierarki dan juga menggunakan bahasa netral generasi (hindari stereotip “kids these days” atau “old-school”).
Sumber Rujukan:
Hidayat, F. A., & Ramdani, R. S. (2025). Komunikasi multigenerasi di tempat kerja: Tantangan dan peluang dalam budaya organisasi. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Bisnis, 2(3), 212–220. https://doi.org/10.62017/jemb
Jannah, M., Ritonga, N. D. A., & Farhan, M. (2024). Tantangan komunikasi antar-generasi dalam lingkungan kerja organisasi modern. SABER: Jurnal Teknik Informatika, Sains dan Ilmu Komunikasi, 2(1), 70–81. https://doi.org/10.59841/saber.v2i1.648
Gao, M. H. (2023). From the Traditionalists to Gen Z: Conceptualizing intergenerational communication and media preferences in the USA. Online Media and Global Communication, 2(3), 422-445. https://doi.org/10.1515/omgc-2023-0011
Nyamboga, T. O. (2025). Strategic leadership in multigenerational workforces: Bridging generational divides for enhanced engagement. Asian Journal of Advanced Research and Reports, 19(1), 270-285. https://doi.org/10.9734/ajarr/2025/v19i1880
Comments :