Teori dan Psikologi Warna Goethe dan Birren

Warna merupakan elemen penting dalam desain komunikasi visual. Selain berfungsi sebagai elemen estetik, warna dapat memberikan efek psikologis bagi aundiens yang melihatnya. Awalnya, seniman yang juga merupakan peneliti teori warna adalah Johann Wolfgang von Goethe yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1810, Goethe menerbitkan buku Zur Farbenlehre (The Theory of Colours) dengan panjang 400 halaman, berisi analisisnya terhadap warna dari sisi psikologis. Menurut Goethe, persepsi terhadap warna dapat bersifat subjektif dan dipengaruhi konteks budaya dan kondisi emosi seseorang.
Berikut makna psikologis warna menurut teori Goethe:
- Merah: warna yang paling memberikan stimulus, melambangkan kehangatan dan emosi kuat seperti cinta, gairah, amarah dan kekerasan.
- Kuning: warna yang paling mendekati warna cahaya, menyimbolkan keceriaan, sukacita dan intelektual. Warna kuning yang berlebihan dapat menimbulkan perasaan cemas.
- Orange: warna perpaduan antara merah dan kuning, yang menggabungkan kehangatan serta energi merah dengan kecerahan warna kuning. Warna ini menyimbolkan energi yang dinamis dan hidup, serta sering dikaitkan dengan antusiasme, kreativitas, dan kehangatan.
- Biru: warna yang melambangkan ketenangan, kestabilan, kedamaian dan keabadian. Biru jugamemberikan dalam. Bila digunakan secara berlebihan dapat menimbulkan kesan dingin dan sedih.
- Hijau: merupakan perpaduan biru dan kuning. Hijau adalah warna yang paling menenangkan bagi mata manusia, serta melambangkan pertumbuhan, alam, dan keseimbangan. Hijau memiliki efek harmonis dan sering dikaitkan dengan pembaruan serta vitalitas.
- Ungu: warna perpaduan antara biru dan merah. Warna ungu melambangkan misteri, spiritualitas, dan kemewahan bangsawan. Ungu dapat merangsang imajinasi dan perenungan batin.
- Putih: warna cahaya murni. Warna ini melambangkan kemurnian dan kesucian. Putih dapat menimbulkan kesan luas dan terbuka, namun apabila digunakan secara berlebihan dapat menimbulkan kesan steril atau dingin.
- Hitam: warna yang dihasilkan dari ketiadaan cahaya, melambangkan kegelapan, misteri, dan kedalaman. Warna ini dapat memancarkan kesan elegan, formal, dan berwibawa. Namun, penggunaan hitam yang berlebihan dapat menimbulkan perasaan berat atau tertekan.
Lebih lanjut lagi, Goethe juga membagi warna menjadi nada hangat dan dingin. Warna-warna hangat meliputi rona merah, oranye, dan kuning. Goethe menganggap warna hangat sebagai warna yang menimbulkan sensasi kehangatan, dinamisme dan rangsangan karena warna hangat berkaitan dengan energi, gairah, dan semangat. Warna-warna ini cenderung menciptakan kesan dinamis dan intens. Sebaliknya, warna dingin didefinisikan Goethe sebagai warna yang memberikan kesan dingin, tenang dan damai. Warna-warna ini umumnya mencakup rona biru, hijau, dan ungu. Warna dingin dikaitkan dengan ketenangan, relaksasi, dan kedalaman. Warna-warna tersebut cenderung menciptakan kesan jarak dan keteduhan.
Teori Goethe kemudian dikembangkan oleh Faber Birren, seorang pakar dan penulis tentang warna dari Amerika Serikat. Pada tahun 1950, Birren menulis buku Color Psychology and Color Therapy yang ulasannya menjembatani seni, fisiologi, dan psikologi industri. Birren mengaitkan warna dengan respon biologis dan perilaku manusia, serta memperkenalkan penerapan warna di ruang kerja, pendidikan, dan branding. Goethe melihat warna dari sisi pengalaman batin dan persepsi manusia, sementara Birren melihatnya dari sisi ilmiah dan reaksi tubuh. Menurut Birren, warna memiliki efek fisik terhadap manusia. Warna cerah dan hangat dapat menstimulasi sistem saraf otonom dimana tekanan darah dan denyut nadi benar-benar meningkat. Terlepas dari apakah seseorang menyukainya atau tidak, suhu tubuh akan meningkat dan kulit terasa lebih hangat. Sebaliknya, warna dingin dan gelap menurunkan stimulasi sistem saraf otonom, sehingga tekanan darah dan denyut nadi menurun, dan kulit menjadi relatif lebih dingin. Dalam bukunya Birren meneliti bagaimana warna bisa memengaruhi reaksi fisik dan psikologis manusia. Misalnya, warna merah terbukti bisa meningkatkan detak jantung dan energi tubuh, kuning memicu semangat dan optimisme, biru menenangkan sistem saraf, dan hijau membantu tubuh dan pikiran merasa lebih seimbang. Ia juga menemukan bahwa oranye bisa meningkatkan interaksi sosial, ungu memunculkan kesan mewah dan spiritual, putih memberi rasa bersih tapi bisa terasa dingin, dan hitam menghadirkan kesan elegan tapi bisa terasa berat bila terlalu dominan.
Pendekatan Goethe terhadap warna lebih filosofis dan emosional karena melihat warna sebagai bahasa jiwa manusia. Sementara pendekatan Birren lebih ilmiah dan praktis. Secara sederhana, Goethe menekankan bagaimana warna “dirasakan” oleh manusia, sedangkan Birren menjelaskan bagaimana warna “bekerja” di dalam tubuh manusia. Goethe berbicara tentang makna emosional dan simbolik warna, sementara Birren berbicara tentang dampaknya secara biologis dan psikologis. Tetapi, keduanya sepakat bahwa warna punya kekuatan besar, yaitu bisa menenangkan, menggerakkan, bahkan memengaruhi perilaku manusia tanpa disadari. Bagi mahasiswa Desain Komunikasi Visual, pemahaman teori warna dari kedua tokoh ini penting karena memberi dasar dalam merancang karya visual yang tidak hanya indah, tapi juga efektif secara emosional dan psikologis. Dari Goethe, mahasiswa dapat belajar tentang makna and mood, sementara dari Birren mahasiswa dapat belajar tentang respon dan dampak. Keduanya melengkapi satu sama lain, seperti warna dan cahaya itu sendiri.
Image source: https://www.colorsexplained.com/warm-and-cool-colors/
References:
Birren, F. (1950). Color psychology and color therapy: A factual study of the influence of color on human life. The Citadel Press.
Goethe, J. W. von. (2018). Goethe’s theory of colours. Otbebookpublishing. ISBN 9783962723248.
Comments :