Akhir-akhir ini, tren penggunaan prompt pada platform AI tengah berkembang pesat, dan salah satu gaya yang paling banyak diminati adalah “dengan gaya visual Ghibli.” Gaya ini dikenal dengan menyederhanakan karakter manusia menjadi kartun layaknya karakter di film-film Ghibli dengan layar lanskap yang indah, palet warna lembut. Namun di balik istilah “Ghibli style” yang kini begitu populer, penting untuk memahami bahwa Studio Ghibli bukan sekadar sebuah gaya, melainkan sebuah rumah produksi animasi yang berdiri atas dasar visi artistik yang mendalam dan filosofi kemanusiaan yang kuat. Studio Ghibli dibentuk oleh Hayao Miyazaki dan Isao Takahata, dua tokoh penting dalam dunia animasi Jepang.

Di antara keduanya, sosok Hayao Miyazaki menonjol sebagai figur sentral yang membentuk identitas studio tersebut. Dengan latar belakang sebagai animator dan penulis skenario, Miyazaki membawa pendekatan personal dan penuh imajinasi dalam setiap karyanya, menjadikan Studio Ghibli tidak hanya dikenal melalui film-filmnya, tetapi juga melalui semangat dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Karya-karyanya tidak hanya menjadi warisan sinema, tetapi juga sumber inspirasi lintas media. Sejak awal kariernya di Toei Animation pada tahun 1963, Miyazaki telah menunjukkan bakat luar biasa dalam menciptakan narasi visual yang memadukan unsur fantasi, realisme, dan nilai-nilai kemanusiaan.

Pada tahun 1985, bersama rekannya Isao Takahata, ia mendirikan Studio Ghibli—sebuah studio animasi independen yang kemudian dikenal secara global melalui karya-karya ikonik seperti My Neighbor Totoro (1988), Princess Mononoke (1997), Spirited Away (2001), dan Howl’s Moving Castle (2004). Film Spirited Away meraih penghargaan Academy Award untuk Film Animasi Terbaik dan menjadi salah satu karya paling signifikan dalam perfilman animasi modern. Estetika visual Miyazaki ditandai oleh dunia yang kaya imajinasi, perhatian detail yang tinggi, serta karakter yang kuat secara emosional dan moral. Tema-tema yang konsisten dalam film-filmnya meliputi hubungan manusia dengan alam, kritik terhadap industrialisasi dan perang, serta perjalanan spiritual dan kedewasaan.

Meskipun telah beberapa kali menyatakan pensiun dari dunia animasi, Miyazaki terus kembali berkarya. Karya terbarunya, The Boy and the Heron (2023), menegaskan kembali relevansi dan kekuatan naratifnya dalam lanskap animasi. Hayao Miyazaki tidak hanya dianggap sebagai maestro animasi Jepang, tetapi juga sebagai sosok visioner yang telah memperluas batasan medium animasi sebagai bentuk seni yang utuh dan universal.

Hayao Miyazaki kerap disebut sebagai seorang auteur, sebuah istilah dalam dunia perfilman yang merujuk pada sutradara yang memiliki kendali artistik penuh atas film yang ia buat. Konsep auteur berasal dari teori auteur theory yang berkembang dalam kritik film Prancis pada 1950-an, dan menekankan bahwa sutradara adalah “pengarang” sejati dari sebuah film—layaknya penulis dalam sastra. Seorang auteur tidak hanya menyutradarai, tetapi juga terlibat dalam penulisan skenario, pengarahan visual, pemilihan artistik, kostum, bahkan hingga proses penyuntingan, sehingga film yang dihasilkan mencerminkan visi dan gaya pribadinya secara konsisten. Miyazaki dianggap sebagai contoh nyata dari auteur karena keterlibatannya yang intens dalam seluruh proses produksi film-film Studio Ghibli, menjadikan karyanya sangat khas dan sarat muatan personal.

Sutradara legendaris Yoshiyuki Tomino, yang dikenal luas sebagai pencipta seri Mobile Suit Gundam, pernah menanggapi pandangan yang menyebut Miyazaki bukan seorang seniman, melainkan sekadar perajin. Ia menolak anggapan tersebut dengan tegas dan menyatakan bahwa hanya seniman sejati yang bisa menciptakan film dengan emosi mendalam seperti The Boy and the Heron, yang memiliki akhir penuh kesedihan dan ketulusan. Meski secara pribadi ia mengaku tidak terlalu menyukai sebagian karya Miyazaki, Tomino tetap menunjukkan penghormatan tinggi terhadap dedikasi dan pengaruh Miyazaki dalam dunia animasi, bahkan menyampaikan kepada para animator muda bahwa untuk melampaui sosok seperti Miyazaki, dibutuhkan dedikasi total terhadap proses kreatif

Mengapresiasi karya Hayao Miyazaki semestinya tidak berhenti pada pemakaian gaya visualnya secara instan melalui teknologi seperti AI generator. Gaya visual yang kini dikenal sebagai “Ghibli style” bukanlah sekadar komposisi estetika, visual tersebut lahir dari proses panjang yang penuh ketekunan, kerja keras, dan pemikiran mendalam yang dibangun Miyazaki selama puluhan tahun berkarya. Setiap elemen dalam film-filmnya mencerminkan dedikasi terhadap narasi yang jujur, hubungan manusia dengan alam, serta pencarian makna hidup yang disampaikan dengan cara yang halus namun penuh daya ungkap. Maka dari itu, bentuk penghargaan tertinggi terhadap Miyazaki bukan hanya dengan meniru tampilannya, melainkan dengan memahami nilai-nilai yang ia tanamkan dan menjadikannya inspirasi dalam menciptakan karya yang orisinal dan bermakna. Miyazaki menunjukkan bahwa karya yang kuat tidak lahir dari proses yang tergesa, melainkan dari keterlibatan sepenuh hati, sebuah komitmen terhadap proses kreatif yang patut diteladani, terutama di tengah budaya instan yang semakin meluas saat ini.

Image: Tytton Sishertanto

Sources :

https://titipjepang.com/animanga/pencipta-gundam-membela-hayao-miyazaki/

https://id.wikipedia.org/wiki/Hayao_Miyazaki

https://www.tempo.co/hiburan/hayao-miyazaki-pendiri-studio-ghibli-yang-mengkritik-ai-peniru-animasi-1227503

https://www.cnbcindonesia.com/market/20250404103511-17-623558/muak-dengan-ai-segini-kekayaan-pendiri-studio-ghibli-hayao-miyazaki