Mari kita lihat dulu, sebenarnya AI atau kepanjangannya yang disebut sebagai Artifical Intelligence (AI) seperti itu apasih. AI merpuakan alat canggih yang sebenarnya tools yang dapat mempermudah kita dalam pekerjaan maupun perkuliahan. Bahkan bisa digunankan oleh semua kalangan untuk mencari informasi yang dinginkan. Saat ini, berbagai tools berbasis Artifical Intelligence (AI) seperti ChatGPT, Grammarly AI, hingga AI design tools semakin sering digunakan mahasiswa untuk menyelesaikan tugas kuliah. Memang, AI ini bisa membantu mempercepat pekerjaan, tapi tahukah kamu bahwa penggunaan AI yang tertalu intens bisa memunculkan fenomena yang disebut sebagai AI Fatigue. Fenomena ini bukan hanya sekedar istilah baru, namun AI fatigue ini sebenarnya menggambarkan kelelahan mental, stres, hingga kecemasan akibat terlalu sering mengendalkan teknologi AI, baik untuk belajar maupun menyelesaikan pekerjaan.  

Apa itu AI Fatigue ? Menurut Klimova & Pikhart (2025), AI Fatigue terjadi ketika seseorang mengalami kelelahan digital, stres teknologi atau yang biasa disebut sebagai technostress, hingga berkurangnya interaksi sosial akibat penggunaan AI yang berlelebihan. Meskipun AI membawa kemudahan, ada resiko baru yang muncul jika penggunaanya jika tidak dikendalikan. Selain itu, Studi dai Romania (2025) mengungkapkan bahwa AI-related technostress berhubungan dengan meningkatnya kecemasan dan gejala depresi di kalangan pelajar. Resiko lainnya adalah terlalu bergantung pada AI bisa melemahkan daya pikir seseroang atau disebut sebaagai Cognitive off-loading. Penelitian yang lebih jauh melihat bagaimana mahasiswa yang memiliki tingkat self-efficacy akademeik yang rendah atau yang masih kurang dalam literasi digital, lebih mudah terjebak dalam ketergantungan, dimana Al.Pitts et al. (2025) menyebutkan  

Students with low self-efficacy are more likely to rely heavily on AI tools without 

verifying the information, which can increase dependence on technology” 

Dengan kata lain, jika kita belum cukup percaya diri atau terbiasan berpikir mandiri maka kita akan lebih rentang mengalami AI fatigue.  

Ditengah berbagai risiko tersebut, pada kenyataannya saat ini AI bukan sesuatu yang bisa dihindari. Tidak bisa dipungkiri, AI telah menjadi alat bantu penting dalam kehidupan akademik. Hamper semua orang kini menggunakan AI, baik untuk sekedar mencari ide, Menyusun esai, menganalisis data ataupun mempercepat proses desain. Bahkan beberapa penelitian seperti yangdi sebutkan oleh Klimova & Pikhart (2025) menegeaskan manfaat AI dalam meningkatkan efektivitas belajar dan mendukung pembelajaran yang lebih personal. Artinya, melarang diri sendiri sepenuhnya dari AI mungkin justrus tidak realistis di era sekarang.  

Kuncinya adalah kita bukan mengindari AI, tetapi bagaimana kita menggunakannya secara cerdas dan bijak. Mahasiswa perlu belajar mengatur batasan, tetap mengasah kemampuan berpikir mandiri, dan memastikan bahwa AI hanya menjadi alat bantu bukan penentu utama. Berikut tips praktis yang bisa dlikakuan :  

  1. Batasi Penggunaan AI. Gunakanlah AI hanya untuk brainstorming atau cek ide, jangan langsung copy-paste 
  2. Tingkatkan self-efficacy. Bangun kepercayaan diri akademik melalui belajar manuak dulu sebelum menggunakan AI.  
  3. Mindful Tech Use. Terapkan pola 45/10 (45 menit fokus, 10 menit tanpa layar) agar pikiran tetap segar.  
  4. Gunakan AI untuk belajar, bukan sekedar menjawab. Pakai AI untuk memahami konsep atau mencari insight tambahan, bukan hanya untuk mendapat jawaban instan. Misalnya, gunakan AI untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana” bukan hanya “apa”.  
  5. Buat waktu diskusi tanpa AI. Latih diri untuk berdiskusi atau brainstorming dengan teman tanpa AI. Diskusi tatap muka atau kelompok belajar tetap penting untuk melatih empati, komunikasi dan kreativitas.  

Jadi AI, Kawan atau beban? AI memang membantu mahasiswa untuk belajar lebih cepat, kreatif, dan produktif. Namun, jika tanpa kendali AI bisa menjadi boomerang yang memicu stres, kelelahan mental dan penurunan aktivitas. Menggunakan AI secara bijak dan seimbang adalah kunci agar kita tetap mendapatkan manfaatnya, tanpa terjebak dalam tekanan yang diam-diam menggerogoti kesejahteraan mental.  

Referensi :  

Klimova, B., & Pikhart, M. (2025). Exploring the effects of artificial intelligence on student and academic well-being in higher education: a mini-review. Frontiers in Psychology. 

Chukwuere, J. E. (2025). Technostress factors among students in the adoption of Generative AI in higher education: A rapid review narrative. NorthWest University. 

Pitts, G., Rani, N., Mildort, W., & Cook, E.-M. (2025, June 16). Students’ reliance on AI in higher education: Identifying contributing factors [Preprint]. arXiv. https://doi.org/10.48550/arXiv.2506.13845