Lebih Banyak Belum Tentu Lebih Bahagia: Mencari Makna Hidup di Balik Angka
Dalam kehidupan modern, pertanyaan tentang uang hampir selalu berujung pada satu asumsi dasar: semakin banyak, semakin baik. Pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan, dan akumulasi kekayaan sering dipandang sebagai indikator utama kesejahteraan manusia. Namun, di balik logika tersebut, muncul pertanyaan yang jauh lebih mendasar dan filosofis: berapa sebenarnya yang cukup untuk hidup dengan baik? Pertanyaan ini bukan sekadar soal angka, melainkan menyentuh inti hubungan antara uang, kebahagiaan, dan makna kehidupan.
Kajian klasik dalam literatur ekonomi dan kesejahteraan menunjukkan bahwa hubungan antara pendapatan dan kebahagiaan tidak sesederhana yang sering diasumsikan. Penelitian yang dipublikasikan dalam PubMed Central menunjukkan bahwa meskipun peningkatan pendapatan dapat meningkatkan kesejahteraan hingga batas tertentu terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar kenaikan pendapatan di atas tingkat tersebut tidak selalu diikuti oleh peningkatan kebahagiaan yang sebanding. Fenomena ini memperlihatkan bahwa setelah kebutuhan dasar terpenuhi, faktor non-materi seperti relasi sosial, kesehatan, rasa aman, dan tujuan hidup justru memainkan peran yang lebih signifikan dalam menentukan kualitas hidup seseorang.

Pemahaman ini sejalan dengan kritik terhadap paradigma pertumbuhan tanpa batas yang dibahas dalam kajian ekonomi dan kebijakan publik. Paper How Much Is Enough? yang dipublikasikan melalui SSRN menggarisbawahi bahwa masyarakat modern cenderung terjebak dalam perlombaan konsumsi dan produktivitas yang tidak berujung. Dalam kondisi tersebut, uang yang seharusnya menjadi sarana untuk mencapai kehidupan yang baik justru berubah menjadi tujuan itu sendiri. Akibatnya, individu dan masyarakat sering kali mengalami tekanan kerja berlebih, berkurangnya waktu luang, serta meningkatnya kecemasan, meskipun secara materi mereka hidup lebih makmur dibanding generasi sebelumnya.
Perspektif ini diperdalam melalui pendekatan filsafat yang dibahas dalam tesis sarjana dari Erasmus University Rotterdam. Tesis tersebut mengkaji konsep the good life dengan merujuk pada pemikiran Aristotelian dan pengembangan kontemporernya, yang menekankan bahwa kehidupan yang baik tidak diukur dari seberapa banyak seseorang memiliki, tetapi dari seberapa baik seseorang hidup. Kehidupan yang baik mencakup elemen-elemen universal seperti kesehatan, waktu luang, persahabatan, rasa hormat, keamanan, kebebasan mengembangkan diri, dan hubungan yang harmonis dengan lingkungan. Elemen-elemen ini tidak dapat direduksi menjadi indikator ekonomi semata, meskipun kondisi ekonomi yang memadai tetap menjadi prasyarat penting.
Dalam kerangka ini, konsep “cukup” menjadi kunci. “Cukup” bukan berarti kekurangan, tetapi kondisi di mana kebutuhan dasar dan kebutuhan manusiawi yang lebih luas telah terpenuhi tanpa harus terus-menerus mengejar lebih banyak dengan mengorbankan aspek kehidupan lainnya. Perspektif filsafat ini mengkritik anggapan bahwa peningkatan konsumsi secara terus-menerus merupakan jalan utama menuju kebahagiaan. Sebaliknya, kehidupan yang bermakna justru lahir dari keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan materi dan ruang untuk pengalaman manusiawi yang bernilai.
Ketiga sumber tersebut kajian empiris tentang kebahagiaan, analisis ekonomi tentang batas kebutuhan, dan refleksi filsafat tentang kehidupan yang baik bertemu pada satu kesimpulan penting: uang memang penting, tetapi bukan segalanya. Uang memiliki peran instrumental yang krusial, terutama untuk memastikan kehidupan yang layak dan bermartabat. Namun, ketika uang dijadikan tolok ukur tunggal keberhasilan hidup, manusia berisiko kehilangan makna yang lebih dalam dari kesejahteraan itu sendiri.
Dengan demikian, pertanyaan “berapa itu cukup?” seharusnya tidak hanya dijawab dalam konteks keuangan pribadi atau kebijakan ekonomi, tetapi juga sebagai refleksi nilai hidup. Jawaban atas pertanyaan ini menuntut pergeseran cara pandang, dari sekadar mengejar pertumbuhan dan akumulasi, menuju upaya membangun kehidupan yang seimbang, bermakna, dan berkelanjutan. Dalam konteks inilah, diskursus tentang uang dan kebahagiaan menjadi bukan sekadar isu ekonomi, melainkan perbincangan mendasar tentang bagaimana manusia seharusnya hidup.
Daftar Pustaka:
Zwaan, P. C. (2021). How Much is Enough? Money and the Good Life (Bachelor’s thesis). Erasmus School of Philosophy, Erasmus University Rotterdam. Erasmus University Thesis Repository
How Much is Enough. (SSRN / Darden case summary). (n.d.).
Comments :