International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah seperangkat standar akuntansi internasional yang dikembangkan oleh International Accounting Standards Board (IASB) untuk membantu perusahaan di seluruh dunia menyusun laporan keuangan yang transparan, akurat, dan dapat dibandingkan. IFRS hadir karena setiap negara dulu memiliki aturan akuntansi yang berbeda, sehingga laporan keuangan sulit dibandingkan dan menyulitkan investor global dalam mengambil keputusan.

Kini lebih dari 140 negara menggunakan IFRS, termasuk Indonesia melalui konvergensi Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Seiring berkembangnya kebutuhan informasi non-keuangan, IFRS diperluas tidak hanya mengatur pelaporan keuangan tradisional seperti pendapatan (IFRS 15), instrumen keuangan (IFRS 9), atau sewa (IFRS 16), tetapi juga pelaporan keberlanjutan. Untuk itu, IFRS Foundation membentuk International Sustainability Standards Board (ISSB) yang pada 2023 menerbitkan dua standar global baru, yaitu IFRS S1 dan IFRS S2. IFRS S1 berfungsi sebagai panduan umum bagi perusahaan untuk mengungkapkan informasi keberlanjutan yang berkaitan dengan risiko dan peluang yang dapat memengaruhi kinerja keuangan mereka. Didalamnya diatur bagaimana perusahaan harus menjelaskan tata kelola, strategi, proses manajemen risiko, serta metrik dan target keberlanjutan yang digunakan. Semuanya berfokus pada informasi yang dianggap material bagi investor. Sementara itu, IFRS S2 secara khusus mengatur pelaporan terkait iklim. Standar ini meminta perusahaan mengungkapkan bagaimana perubahan iklim memengaruhi bisnis mereka, termasuk risiko fisik seperti banjir atau cuaca ekstrem, serta risiko transisi seperti perubahan kebijakan energi dan tuntutan penurunan emisi. IFRS S2 juga mewajibkan penghitungan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mulai dari emisi langsung (Scope 1), emisi dari penggunaan listrik (Scope 2), hingga emisi tidak langsung yang berasal dari rantai pasok (Scope 3). Selain itu, perusahaan harus menjelaskan skenario iklim, target pengurangan emisi, serta performa mereka dalam mencapai target tersebut.

Kedua standar ini mulai berlaku untuk periode laporan 2024 dan dapat diadopsi lebih awal. Penerapannya menuntut perusahaan memperkuat sistem data, meningkatkan kemampuan pengukuran emisi, dan memastikan bahwa informasi keberlanjutan terhubung dengan laporan keuangan utama.

Bagi akuntan dan auditor, IFRS S1 dan S2 memperluas peran mereka dari sekadar mencatat transaksi keuangan menjadi memastikan kualitas informasi keberlanjutan. Bagi perusahaan, standar ini membantu mengurangi potensi greenwashing dan meningkatkan kepercayaan investor. Secara global, banyak negara mulai mengadopsi atau menjadikan IFRS S1 dan S2 sebagai acuan, termasuk Uni Eropa, Australia, Kanada, dan negara-negara Asia yang sedang menyiapkan aturan transisi.

Dengan hadirnya IFRS S1 dan S2, IFRS tidak lagi sekadar standar laporan keuangan, tetapi telah berkembang menjadi sistem pelaporan korporasi yang utuh, yang menggabungkan informasi keuangan dan keberlanjutan untuk memberikan gambaran bisnis yang lebih lengkap, akurat, dan bertanggung jawab bagi seluruh pemangku kepentingan.

 

Daftar Pustaka

Ernst & Young. (2023). ISSB Standards: Implications for Global Reporting. EY Global.
IFRS Foundation. (2023). IFRS S1 – General Requirements for Disclosure of Sustainability-related Financial Information. IFRS Foundation.
ISSB. (2023). IFRS S2 – Climate-related Disclosures. IFRS Foundation.
KPMG. (2024). Sustainability Reporting and the ISSB Global Baseline. KPMG Insights.
PwC. (2023). IFRS Sustainability Disclosure Standards: Practical Guide to IFRS S1 and IFRS S2. PwC Global.