Outlook Startup 2025: Dari Jalan Terjal Menuju Peluang Kebangkitan
Memasuki tahun 2025, lanskap startup di Indonesia masih dibayangi tantangan berat. Fenomena tech winter yang berlangsung sejak 2022 terus membayangi sektor ini, seiring dengan merosotnya daya beli masyarakat dan penurunan signifikan dalam pendanaan investor. Meski demikian, berbagai sinyal positif mulai tampak, memunculkan harapan akan kebangkitan sektor yang sempat berjaya pada dekade sebelumnya.
Dari Masa Jaya Menuju Koreksi Tajam
Era keemasan startup di Indonesia berlangsung pada periode 2010 hingga awal 2020. Saat itu, limpahan dana dari venture capital (VC), antusiasme digitalisasi, dan fenomena fear of missing out (FOMO) mendorong pertumbuhan pesat perusahaan rintisan. Namun, pandemi COVID-19 menjadi titik balik, yang diikuti dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), restrukturisasi bisnis, bahkan penutupan perusahaan. Sejumlah nama besar seperti JD.ID, Ruangguru, Zenius, hingga Bukalapak harus beradaptasi atau tersingkir.
Pada 2025, tantangan semakin berat. Direktur CELIOS, Media Wahyudi Askar, mencatat bahwa perlambatan ekonomi dan menurunnya daya beli membuat banyak startup kesulitan tumbuh. Sejumlah perusahaan seperti Bukalapak bahkan memutuskan menutup layanan penjualan produk fisik dan fokus pada produk virtual seperti gim dan investasi.
Tech Winter dan Krisis Pendanaan
Kondisi tech winter, yaitu periode minimnya minat dan investasi di sektor teknologi, masih berlanjut hingga tahun ini. Nailul Huda dari CELIOS mengungkapkan bahwa pendanaan investor untuk startup digital terus menyusut sejak 2021. Dari total investasi sebesar Rp140 triliun pada 2021, angka tersebut menurun menjadi hanya sekitar Rp68 triliun pada 2022 dan makin turun pada 2023. Penurunan ini juga tercermin dalam laporan e-Conomy 2024, di mana pendanaan swasta hanya mencapai US$0,3 miliar pada semester I 2024—angka terendah sejak beberapa tahun terakhir.
Tingginya suku bunga global dan ketidakpastian ekonomi pasca terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS turut menambah tekanan. Investor cenderung memilih instrumen yang lebih aman, meninggalkan startup digital yang berisiko tinggi.
Adaptasi, Inovasi, dan Harapan Baru
Meski situasi masih menantang, para pengamat dan pelaku industri optimistis bahwa startup yang mampu beradaptasi akan bertahan dan bahkan tumbuh lebih kuat. Founder Anantari Team, Himawan Saputro, menyebut bahwa pemahaman mengenai efisiensi dan pertumbuhan kini sudah jauh lebih matang dibanding lima tahun lalu. Banyak startup mulai menanamkan prinsip bisnis berkelanjutan, fokus pada keuntungan dan cash flow, alih-alih sekadar mengejar pertumbuhan agresif.
Senada, Sofiarini dari Jooal.id menekankan pentingnya menjaga keberlangsungan usaha dengan mengurangi ketergantungan pada dana investor untuk operasional. “Kami fokuskan pendanaan investor untuk ekspansi dan diversifikasi layanan yang terukur,” ujarnya.
Ah Maftuchan dari The Prakarsa juga menilai bahwa konsumsi digital masyarakat Indonesia yang tinggi, seperti pada paket internet dan layanan online, tetap menjadi fondasi kuat untuk kebangkitan sektor ini. Ia melihat potensi besar pada startup yang mengusung greentech, AI, serta yang berkolaborasi dengan UMKM dan pemerintah.
E-Commerce dan Sektor Unggulan
Menurut Kementerian Perdagangan, transaksi e-commerce diproyeksikan tumbuh 7-8% pada 2025. Ini memberikan peluang besar bagi UMKM dan startup untuk meningkatkan penjualan, termasuk ekspor melalui platform lintas negara (cross-border). Selain e-commerce, sektor pendidikan, layanan kesehatan, dan keuangan juga memiliki prospek cerah, terutama bila mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar global yang semakin peduli terhadap produk ramah lingkungan.
Bukalapak, misalnya, memfokuskan strategi bisnis pada model Online-to-Offline (O2O) dan memperluas layanan melalui berbagai kanal seperti Mitra Bukalapak, itemku, BMoney, serta retail brand seperti Rexus dan Russ & Co. CEO Bukalapak, Willix Halim, meyakini bahwa fokus ini akan memberikan pertumbuhan berkelanjutan dan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan.
Peran Pemerintah dan Arah Ekosistem ke Depan
Langkah pemerintah dalam memfasilitasi pendanaan dan jejaring startup melalui program seperti HUB.ID patut diapresiasi. Kementerian Komunikasi dan Digital mencatat bahwa program ini telah menjembatani startup untuk mengakses dana hingga US$172,3 juta. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong kelangsungan sektor ini, terutama dalam bentuk insentif dan perluasan ekosistem di luar Jawa, termasuk menyambut pemindahan ibu kota ke IKN Nusantara.
Meski badai tech winter belum sepenuhnya reda, para pelaku industri yang mampu bertahan pada periode 2022-2024 diyakini akan menjadi pemenang besar di masa depan. Seperti disampaikan Patrick Yip dari Intudo Ventures, “Seleksi alam ini membuktikan bahwa startup yang bertahan adalah yang dikelola dengan baik dan prudent. Ini membuat valuasi saat ini lebih masuk akal dan menjadi peluang baru bagi investor.”
Outlook 2025 bagi startup Indonesia memang tidak ringan. Namun, dalam setiap krisis, selalu ada peluang bagi mereka yang gesit beradaptasi dan berinovasi. Dengan tata kelola yang baik, strategi bisnis yang tajam, dan dukungan ekosistem yang memadai, era kejayaan startup bukan tidak mungkin akan kembali—kali ini dengan fondasi yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Sumber:
Outlook 2025: Akankah Startup Kembali Berjaya | tempo.co
Perusahaan Start Up yang Bertahan di 2025 Diramalkan akan Jadi Besar
Pendanaan Seret, Ekonom Khawatir Tech Winter Terjadi Lagi Di 2025
Comments :